Beranda | Artikel
Hukum Meninggalkan Shalat Witir
Jumat, 5 Agustus 2005

HUKUM MENINGGALKAN SHALAT WITIR[1]

Pertanyaan:
Mengenai seseorang yang tidak melakukan shalat Witir ketika shalat ‘Isya’, apakah dibolehkan baginya meninggalkan shalat Witir?

Jawaban:
Alhamdulillaah, hukum shalat Witir adalah sunnah muakkadah menurut kesepakatan kaum muslimin. Barangsiapa yang terus-menerus meninggalkannya, maka kesaksiannya (dalam peradilan) ditolak.

Para ulama berbeda pendapat mengenai wajibnya shalat Witir. Abu Hanifah menghukuminya wajib. Sekelompok pengikut Ahmad dan mayoritas ulama seperti Malik, asy-Syafi’i dan Ahmad tidak menghukuminya sebagai sesuatu yang wajib, karena Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah melakukan shalat Witir di atas kendaraannya, padahal shalat wajib tidak boleh dilakukan di atas kendaraan.

Akan tetapi berdasarkan kesepakatan kaum muslimin bahwa shalat Witir hukumnya sunnah muakkadah yang tidak patut untuk ditinggalkan. Shalat Witir lebih utama daripada semua shalat sunnah di siang hari, bahkan shalat yang paling utama setelah shalat fardhu adalah shalat malam, dan shalat malam yang paling muakkadah adalah shalat Witir dan shalat sunnah Shubuh dua raka’at. Wallaahu a’lam.

(Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah)

[Disalin dari kitab “Kaanuu Qaliilan minal Laili maa Yahja’uun” karya Muhammad bin Su’ud al-‘Uraifi diberi pengantar oleh Syaikh ‘Abdullah al-Jibrin, Edisi Indonesia Panduan Lengkap Shalat Tahajjud, Penerbit Pustaka Ibnu Katsir]
__________
Footnote
[1]. Lihat al-Fataawal Kubra, karya Ibnu Taimiyyah, (II/237).


Artikel asli: https://almanhaj.or.id/1518-hukum-meninggalkan-shalat-witir.html